Wednesday, July 07, 2010

Benarkah saya tidak cocok naik sepeda motor dengan tersenyum ria?

Nek iki jenenge #$@%!! Berawal dari sebuah rumah di sudut desa yang aduhai, aku berangkat dengan sedikit mancal sepeda motorku menuju gawean. Cipokan sinar matahari sedikit membuat semangatku agak melepuh. Berbekal niat awal untuk mengirimkan 3 lembar foto untuk permintaan seseorang nun jauh disono, kulibas deru aroma kemacetan jalan raya dengan senyum di dengkul. Tapi sepertinya ramalan dari REG sepasi BODO bahwa ‘Anda tidak cocok naik sepeda motor dengan tersenyum ria’ memang benar adanya. Dan memang benar adanya bahwa senyum manisku harus kularikan ke unit gawat darurat manakala kulihat di kejauhan kerumunan sosok berseragam cokelat dengan kumis-kumis dan kacamata riben yang malah justru kayak penari jathilan.

Acungan acungan tangan untuk menggiring dan menggelindingkanku serta sepeda motorku menuju area penciakan umum benar-benar memaksaku untuk nggerundel se nggerundel-nggerundelnya pada bapak-bapak hongibi yang ‘terhormat’ itu.

“Selamat siang, mas” sapa salah seorang diantaranya padaku yang membuatku sedikit berkerut, bukankah hari ini memang belum malam?

“Iya” , jawabku, setidaknya mengiyakan bahwa hari ini memang benar-benar belum malam.

“Surat-suratnya Mas” ,susulnya kemudian, kembali membuatku berpikir bahwa jelas yang diminta adalah bukan surat-surat nikah atau malah surat tanah. Kemudian kusodorkan SIM serta STNKku kepada bapak hongibi yang budiman, arif serta kemungkinan gemar menabung.

“Maaf mas, ini platnya masih 2009” seru bapak itu kemudian.

“Tapi STNK saya sudah 2010 Pak” jawab saya lalu.

“Iya mas tapi ini platnya masnya 2009” pak polisi menimpali kembali.

“Belum saya pasang Pak. Tapi Pak, saya kan sudah memperbarui STNK saya tersebut hingga 2010 serta pajaknya juga?” saya berusaha menjelaskan sak kemenge.

“Ini tahun 2010 mas, platnya masnya ini 2009, harusnya udah ganti yang sudah disesuaikan ama yang STNK” bapaknya pun berusaha menjelaskan sak logis-logisnya.

“Maksud saya, Pak, kalo semisal ada sesuatu yang terjadi di jalanan yang itu menjadikan sebuah kasus atau kejadian, orang melihatnya plat nomernya saja atau melihat nomer berikut tahunnya tow?” tanya saya pada bapak itu kemudian.

“Yaa orang akan melihat platnya mas, dan ini masnya platnya tahun 2009 padahal di STNKnya 2014, mbayarnya dua puluh ribu atau mau ikut pengadilan?” bapak itu lalu menjawab, menambahkan dan memberikan penjelasan sak logis-logisnya juga.

Dan selanjutnya bentuk permukaan wajahku pun bermimikri menjadi konsep yang wagu dan sedikit ndembik ra mutu ketika harus kuikhlaskan dengan seikhlas-ikhlasnya selembar dua puluhan ribu harus berganti kepemilikan. Senyum manis tersungging di wajah sang bapak, dan lalu kutinggalkan dengan tanpa melihat lagi ke belakang.

#$%@&!!!

Lalu kupancal lagi sepeda motorku menuju ke kantor pos untuk melayangkan 3 lembar ke foto menuju satu daerah jauh disana. Sebuah antrian dengan 3 manusia sudah bercokol sebelumnya, lalu tiba pada giliran manusia, sebelum aku, ketika tidak ada perubahan dari bentuk antrian. 10 menit berlalu dan masih sama aja. Wagu. Sumpih! Lalu si bapak, yang bukan bapak yang tadi, menjelaskan bahwasanya masih ada 20 lembar yang belom diketok palu cap pengesahan dari mbak yang ngurusin. Blaaik…!! Trus aku mau nunggu sampe kapaaann…??? Walah jiann…asem telo kecut, bergeserlah aku ke antrian di sebelah. 

Ada sebentuk manusia bule dan sebentuk manusia berkerudung, dua-duanya perempuan. Aku menunggu. Si bule maju. Gandrik!!! Datang dan joinlah 2 bule perempuan lain bergabung membentuk skuadron pelibas antrian. Kutukuuppreeett…!! Mbaknya di depanku kok diam aja, apa gak bisa ngecret basa linggisan…??? 7 menit berlalu dengan kewaguan dan kendembikan yang masih gitu-gitu aja. 

Hingga akhirnya giliranku tampil di hadapan si mbak yang berbaju oranye untuk mendelosorkan amplop berisi 3 lembar foto. Kemut…Kemut…Kemut…dan Kemut…jinguk… Lembaran 5 ribuan dan sekepeng limaratusan terulur sudah lalu berganti kelamin kepemilikan. Dan kuhiruplah udara segar kebebasan atas senut-senutnya hari ini.

Kulajukan sepeda motorku menghempas aspal jalanan Taman Pintar, lalu berbelok menuju arah Pasar, dan kembali aroma kemacetan membungkus jejalanan yang dicipoki mesra panas matahari. Tak hilang akal, kubelokkan sepeda motorku menuju satu lorong sempit di tengah pasar, area jalanan yang dikuasai mbok-mbok bakul bumbu dan jalur hilir mudik alternatif para pegiat dol tinuku (jual beli) Beringharjo. Dan sampailah aku di tengah jalur, ketika tak ada lagi liukan jalan dan gang, hanya sebuah lajur ke depan. Kulihat sebuah omprengan berhenti di tengah, pintu belakangnya pun terbiak sudah. Sebentuk transaksi angkutan kardus masuk ke dalam omprengan, dan sebentar…sepertinya aku harus melongok. Masih ada sekitar 40 kardus lagi?!?!?!

Benarkah saya memang tidak cocok naik sepeda motor dengan tersenyum ria……#$%@&?!!!!!!!!!!!!!

2 komentar:

Anonymous ngomeng

ndembik...
hahahahahahahahaha...
coba dipojokin, mesti salting si bapak berkacamata riben tadi mas... wakakakaka

plenug ngomeng

bapak berkacamata riben itu jumlahnya sak ndayak dadi nek arep mojokin sama aja mojokin munyuk...iso dikruyuk munyuk coklat sak ndayak...wkwkwkwk...

Post a Comment

Bahwa kebebasan berbicara dan berkomen adalah hak setiap warga negara (yang diharapkan kewarasannya), maka diperbolehkan untuk membebaskan segala penulisan aksara dalam wujudan kritik, saran, opini dan segala umak umik yang merupakan ekspresi fakta. Silakan umak umik bebas!

Flag Translating

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Mereka adalah Sahabat